Jumat, 12 September 2008

artikel 2

Yang terjadi pada masa dewasa muda (young adulthood)
(20-30 th/ 20-40 th)

1. Perkembangan fisik:
Pada umumnya mereka akan memiliki penampilan dan vitalitas yang mencapai puncaknya (kalau cantik ya..cantik banget, kalau sehat ya…lagi energik-energiknya) terutama bagi mereka yang sangat menjaga kesehatan dan penampilannya. Kurang dari 6% dari responden yang berusia 25-44 th mengalami kesehatan yang payah/menurun.
Beberapa diantara mereka ada yang mengalami kegemukan dan mulai tumbuh uban.
Tapi, kebanyakan dari mereka (masa dewasa muda ini) dikarakteristikan dengan semangat, banyak kegiatan, segar bugar, dan kondisi fisik yang atraktif secara keseluruhan.
Wanita pada masa ini lebih sering sakit daripada laki-lakinya. Tetapi kebanyakan dari mereka mengeluhkan tentang penyakit-penyakit ringan, seperti penyakit pinggang yg mungkin berhubungan dengan pekerjaannya.
Sebaliknya, Laki-laki pada usia ini walaupun jarang sakit tapi ketika sakit lebih berat/ kronis penyakitnya dari wanita sehingga mengharuskan mereka untuk masuk rumah sakit.
Laki-laki yang sudah menikah pada usia ini akan lebih sehat secara fisik daripada laki-laki yg belum menikah atau duda.

2. Perkembangan mental
Kemampuan untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan mencapai kapasitas yang maksimum pada masa ini.
Masa ini merupakan masa yang sangat sistematis dan memberikan banyak pengalaman dalam kemampuan menyelesaikan masalah


3. perkembangan kepribadian dan sosial
Pada masa ini, seseorang akan mendapatkan cara pandang atau dapat mempelajari hal-hal yang berbeda mengenai seseorang
Banyak impian yang akan terbentuk pada masa ini.
Bahkan, pada masa pencarian ini akan memungkinkan seseorang dpt menyadari potensi yang mereka miliki dalam hidup.
penemuan jati diri, ketrampilan membuat keputusan dipelajari , Nilai-nilai hidup yang sangat berharga dalam kehidupan sdh matang, dan tanggung jawab sngt berkembang pada masa ini.
Masa ini adalah masa dimana individu dpt ber-eksperimen,dan ber-eksplorasi.
Hidup menjadi lebih serius, terbatas dan realistis.

Usia 20-30 th sering disebut dengan usia yang mapan, krn:
Individu berusaha untuk hidup mandiri (secra ekonomi dan psikologis) dengan melepaskan diri dari dominasi ataupun pengaruh dari orangtua
Individu berusaha untuk menemukan pasangan hidupnya
Individu membangun kehidupan keluarga yang baru
Individu memelihara, merawat, mendidik, dan membimbing anak-anak menuju masa depan
Individu membangun dan mengembangkan persahabatan dalam lingkungan keluarga, pekerjaan dan masyarakat umum.
Usia ini juga disebut masa konsolidasi, karena:
Individu berusaha membangun dan mengembangkan kehidupan karir dalam dunia pekerjaannya
Individu berusaha mempertahankan kehidupan perkawinannya dengan pasangan hidup dan membina hidup anak-anaknya

Individu yang gagal mencapai status identitas diri pada usia ini akan mengalami masa kebingungan. Kebingungan yang dimaksud disini adalah kebingungan dalam berperan sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Dia akan memiliki perasaan ragu-ragu, minder, dan sulit untuk mengaktualisasikan segala potensi dirinya secara tepat. Akibatnya, secara intelektual seringkali individu tidak mampu mengembangkan potensi dan bakat-bakatnya dengan baik.

Dalam kehidupan sosialisasi, individu yg gagal dalam mencapai identitas diri akan merasa kesulitan dalam menempatkan diri dalam situasi kehidupan interaksi sosial yg baru. Bahkan akan merasa kesulitan dalam mempertahankan relasi tsb untuk jangka waktu yg lama krn relasi yang terjalin biasanya bersifat dangkal.

Dalam menjalani tahap-tahap kehidupan, seringkali ditemukan pengalaman yg berbeda antar individu satu dengan yg lainnya. Ada individu yang dapat menjalani suatu peristiwa kehidupan secara tepat waktu, terlambat, atau lebih awal dari sebelumnya. Misalnya, ada individu yang cepat menikah atau bahkan terlambat menikah dll.

Bila mereka menjalani peristiwa kehidupan secara tepat, dapat dikatakan bahwa mereka dapat memenuhi harapan norma masyarakat. Akan tetapi, seandainya mereka terlambat,adakalanya akan memberi dampak kondisi emosi yg tidak stabil, seperti stress, depresi, cemas, takut, khawatir menghadapi masa depan hidupnya. Dengan demikian dibutuhkan kemampuan untuk mengatasi hidupnya dengan baik.


Daftar Pustaka
Turner dan Helms. 1995. Lifespan Development. edisi ke-5. Harcourt brace college publishers: USA.
Papalia, Olds dan Feldman. 2004. Human Development. McGraw-Hill: New York
Dariyo. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. PT. Gramedia Widiasarana: Jakarta

Artikel

Hubungan Antara Konsep Diri dan Konformitas
Terhadap Kelompok Sebaya dengan Perilaku Menyontek
(Yahdinil Firda Nadhirah, S.Ag., M.Si.)



PENDAHULUAN
Masa remaja dipandang sebagai periode perkembangan yang menentukan, karena di dalamnya terdapat proses transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Salah satu implikasi dari proses transisi tersebut adalah ketidakjelasan status remaja. Ketidakjelasan terhadap peran atau posisi diri membuat remaja masih mencari-cari pegangan yang dapat digunakan sebagai acuan agar eksistensinya diakui oleh lingkungan.
Masa remaja dibagi kedalam dua periode, masa remaja awal dan masa remaja akhir. Beberapa peneliti meyakini bahwa masa remaja akhir adalah masa penting bagi perubahan identitas (Marcia, 1987; Waterman & Waterman, 1971, 1972, dalam Santrock, 1990). Seorang mahasiswa baru yang sebelumnya duduk sebagai siswa SMA, mengalami masa transisi. Dari siswa SMA yang tertua di tingkatannya dan paling berkuasa menjadi seseorang yang paling muda dan mempunyai sedikit sekali kekuasaan di perguruan tinggi (Santrock, 2002).
Dengan kondisi yang sedang mengalami masa transisi tersebut, mahasiswa akan cenderung bertindak berdasarkan stimulus eksternalnya, dalam hal ini pengaruh lingkungan atau kelompok memegang peranan yang cukup besar. Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja (Berk dalam Zebua & Nurdjayadi, 2001).
Evert (dalam Monks, Knoers & Haditono, 1994) mengatakan besarnya pengaruh lingkungan atau kelompok tersebut sampai pada pemberian norma tingkah laku oleh kelompok. Bagi mahasiswa yang memiliki kecenderungan kuat untuk memasuki suatu kelompok maka pengaruh pemberian norma oleh kelompok tersebut akan berdampak pada timbulnya konformitas yang kuat. Kondisi demikian akan membuat mahasiswa cenderung untuk ikut atau cenderung untuk lebih menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar mendapatkan penerimaan dan tidak ditolak.
Perilaku menyontek tidak lepas dari pengaruh adanya pengakuan atau persetujuan terhadap tindakan menyontek dan contoh tindakan menyontek yang dilakukan oleh teman sebaya dalam satu kelompok (peer group) atau teman sekelas (Sujana, 1994).
Jadi pengaruh kelompok sebaya akan sangat besar dalam pemberian norma tingkahlaku yang akan dianut oleh individu, dimana salah satu tingkahlaku tersebut adalah perilaku menyontek. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkahlaku konformitas terhadap kelompok sebaya dengan perilaku menyontek. Makin tinggi konformitas terhadap kelompok sebaya, kecenderungan perilaku menyontek pun semakin tinggi.
Namun, tidak semua orang akan tunduk pada tekanan kelompok (Mascovici dalam Hewstone, 1996). Salah satu kondisi yang diyakini banyak peneliti yang mengakibatkan hal tersebut terjadi adalah konsistensi terhadap sesuatu yang dijadikan sebagai acuan atau pegangan (Surya, 1999). Perbedaan tersebut berawal dari hakikat kepribadian individu yang unik yang salah satunya terbentuk dari konsep diri (Mappiare, 1983). Konsep-diri yang dimiliki oleh seseorang ternyata dapat menjadi satu faktor yang ikut menentukan sikapnya terhadap tingkah laku menyontek (Nusolahardo, 1998). Seseorang yang mempunyai konsep-diri yang tinggi akan semakin tidak setuju sikapnya terhadap tingkah laku menyontek. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah konsep-diri seseorang semakin menerima pula sikapnya terhadap tingkah laku menyontek, semakin besar pula kecenderungan yang ditampilkannya untuk melakukan tindakan menyontek ini.
Semakin tinggi konsep-diri seorang remaja, maka akan semakin rendah tingkahlaku konformitasnya sehingga akan semakin tidak setuju sikapnya terhadap tingkah laku menyontek dan semakin kecil kecenderungan mereka untuk menyontek. Namun sebaliknya, semakin rendah konsep-diri seorang remaja, maka akan semakin tinggi tingkahlaku konformitasnya sehingga akan semakin menerima pula sikapnya terhadap tingkah laku menyontek dan akan semakin besar pula kecenderungan mereka untuk menyontek .
Menurut Hurlock (1980), salah satu hal yang mempengaruhi perkembangan konsep-diri adalah kelompok teman sebaya. Konsep-diri remaja merupakan cerminan dari apa yang dipercayai tentang pandangan teman sebaya terhadap dirinya dan mereka tidak bisa lepas dari tekanan kelompoknya sehingga mereka akan mengembangkan ciri-ciri kepribadian berdasarkan “persetujuan” kelompoknya. Kelompok teman sebaya memegang peranan penting sebagai sumber identitas pada remaja. Pada dasarnya kelompok dimana seorang remaja menggabungkan dirinya mempunyai pengaruh penting terhadap perilakunya, kegiatan-kegiatannya, dan konsep-dirinya (Sussman dalam Steinberg, 2002).
hipotesis yang dapat diajukan adalah adanya hubungan yang signifikan antara konsep-diri dan konformitas terhadap kelompok sebaya terhadap perilaku menyontek pada remaja akhir.


PEMBAHASAN
Definisi Perilaku Menyontek
perilaku menyontek diartikan sebagai tindakan/perilaku yang tidak jujur atau perbuatan curang yang dilakukan mahasiswa untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian atau tes melalui pemanfaatan informasi dari seluruh sumber yang mungkin digunakan yang berasal dari luar secara tidak sah guna mencapai keberhasilan. Definisi perilaku menyontek inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini (Gronlund, 1985; Alhadza, 2001; Sujana,1994).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek
Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini mengelompokkannya menjadi dua bagian besar. Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor dari dalam diri/ personal individu: Konsep-diri, Self-Efficacy, inteligensi, kecemasan, usia, dan gender; dan faktor dari luar diri individu: kelompok sebaya, tekanan untuk mendapatkan nilai dan peringkat tinggi, pengawasan selama ujian/tes, dan jenis materi kuliah

Konsep-Diri
Menurut Byrne, Shavelson, Marsh, Montemayor & Eisen (dalam Steinberg, 2002; 246) konsep-diri pada remaja mengalami perubahan dan terorganisasi dengan lebih baik dibandingkan dengan anak-anak. Para remaja lebih mampu berpikir mengenai suatu konsep yang abstrak. Kemampuan intelektual ini mempengaruhi cara berpikir remaja mengenai dirinya.
Misalnya, dalam menjawab pertanyaan “siapa saya?” para remaja akan lebih suka menjawabnya dengan jawaban yang spesifik pada situasi tertentu yang menggambarkan dirinya dan reaksinya terhadap situasi tersebut, daripada menjawabnya dengan jawaban yang global. Para remaja biasanya akan lebih suka menjawab dengan, “ saya adalah orang yang baik apabila saya sedang dalam mood yang baik” atau “saya akan bersahabat dengan seseorang ketika saya pernah bertemu dengan orang tersebut sebelumnya terlebih dahulu”, dari pada menjawab dengan, “saya adalah orang yang baik” atau “saya adalah orang yang bersahabat”. Dua jawaban yang terakhir ini biasanya diberikan oleh seseorang pada masa kanak-kanak.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai konsep-diri, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep-diri mencerminkan persepsi seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan.
2. Konsep-diri sebagai suatu pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.
3. Konsep-diri adalah gambaran tentang dirinya sendiri berdasarkan keyakinannya mengenai apa yang diharapkan oleh significant others
4. Konsep-diri bersifat fenomenologis. Dalam dunia fenomenal, aspek yang memegang peranan penting adalah dirinya sendiri, yaitu diri sebagaimana diamati, dipersepsikan dan dialami oleh orang tersebut.
5. Konsep-diri individu terbentuk berdasarkan persepsi-persepsinya mengenai bagaimana orang lain memberikan reaksi terhadap mereka.

Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep-Diri
Pada diri remaja terjadi perkembangan konsep-diri ke arah yang lebih realistis berdasarkan proses belajar yang terjadi. Perkembangan konsep-diri tersebut dipengaruhi oleh pertambahan usia, penampilan, hubungan dengan keluarga dan kelompok teman sebaya (Hurlock, 1980). Setidaknya pengaruh kelompok teman sebaya terlihat dalam dua hal:
(1). Konsep-diri remaja merupakan cerminan dari apa yang dipercayai tentang pandangan teman sebaya terhadap dirinya.
(2). Remaja tidak bisa lepas dari tekanan kelompoknya sehingga mereka akan mengembangkan ciri-ciri kepribadian berdasarkan “persetujuan” kelompoknya.

Konformitas Terhadap Kelompok Sebaya
kelompok sebaya adalah dua individu atau lebih yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Mereka memiliki tingkatan usia yang sama atau tingkat kematangan yang sama dan banyak menghabiskan waktu bersama sehingga menumbuhkan rasa simpati, afeksi, dan pengertian.
Sementara, konformitas adalah usaha yang dilakukan individu untuk mengubah keyakinan dan perilakunya agar sesuai dengan tuntutan/ tekanan dan harapan dari kelompoknya. Tekanan baik yang benar-benar ada atau yang hanya ada dalam imajinasinya saja. Dalam penelitian ini definisi inilah yang akan digunakan.















KESIMPULAN

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan analisis korelasi parsial dan analisis regresi berganda, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara konsep-diri dan perilaku menyontek pada mahasiswa, ditolak. Jadi, tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep-diri dan perilaku menyontek pada mahasiswa IAIN “SMH” Banten Fakultas Tarbiyah.
2. Hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas kelompok sebaya terhadap perilaku menyontek diterima. Jadi, ada hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dan perilaku menyontek pada mahasiswa IAIN “SMH” Banten Fakultas Tarbiyah. Makin tinggi konformitas terhadap kelompok sebaya, makin tinggi pula kecenderungan menyontek.
3. Hipotesis yang mengatakan bahwa ada kontribusi yang positif signifikan kedua variabel (konsep-diri dan konformitas terhadap kelompok sebaya) pada perilaku menyontek, diterima.

property